10 November 2008

Makam Raja Mokole Lukamandiu Ditemukan


Tim Pemerintah Kabupaten Luwu Timur (Lutim), Sulsel, menemukan dan memastikan keberadaan Makam Raja Mokole Lukamandiu yang merupakan cikal bakal penduduk di Desa Matano, Kecamatan Nuha.

"Usia makam sudah cukup lama, tapi belum diketahui pasti tahunnya, Hanya saja, cerita rakyat tentang adanya cikal bakal penduduk sekaligus penguasa Matano itu akhirnya terbukti," kata Jumahir, Sekretaris Desa Matano, Senin.

Kabag Sosial Budaya Bappeda Lutim, Drs Basruddin, mengatakan Pemkab Lutim merencanakan akan memugar makam kuno tersebut. "Ini merupakan salah satu program untuk pelestarian sejarah dan budaya, dan juga akan bisa menjadi salah satu objek wisata Lutim," ungkap Basruddin

Tim yang menemukan makam itu terdiri dari Kabag Sosial Budaya Bappeda Drs Basruddin, Kabag Litbang Bappeda Suyatman SPd, dan staf teknis Bappeda Heriwanto ST, bersama Sekretaris Desa Matano Jumahir.

Jumahir menjelaskan, dulu makam tersebut berbentuk seperti candi. Banyak patung berbentuk manusia turut menghiasi setiap relief makam tersebut. Namun, sekitar tahun 1970-an, beberapa pencuri menggali makam dan membawa serta patung-patungnya.

Ukuran makam Raja Mokole Lukamandiu sekitar 4 kali 4 meter. Di tengah makam nampak bekas penggalian dan terdapat dua batu nisan yang terpenggal.

Makam tersebut dikelilingi tumpukan batu dan pecahan keramik kuno beserta sepotong gamelan dari besi. Bentuknya seperti benteng.

"Dulu, selain makam raja, di lokasi itu juga ada banyak makam kecil lainnya di sekitar sini. Tapi sekarang tidak lagi," papar Jumahir.

Menurut hasil penelitian, ketika membangun makam itu, para pekerja berdiri di sepanjang tepi Danau Matano hingga ke puncak bukit. Kemudian, satu per satu batu dioper dari tangan para pekerja hingga sampai ke lokasi makam.

Sekitar tahun 1980-an Balai Arkeologi dan Benda-benda purbakala Makassar sempat meneliti makam tersebut. "Namun, sampai saat ini, tidak ada publikasi resmi mengenai hasil penemuan itu," katanya.

Untuk mencapai makam guna penelitian tersebut beberapa waktu lalu, tim berangkat dari Sorowako dengan menyewa perahu Katinting menuju Desa Matano dengan waktu tempuh sekitar satu jam.

Dari Desa Matano, tim mendaki bukit selama satu jam untuk mencapai ketinggian 300 meter dari permukaan Danau Matano, yang merupakan tempat makam kuno itu berada.

Jalan menuju makam hanya bisa dilalui setapak demi setapak karena diselimuti semak belukar. Diperlukan pemandu dari masyarakat yang tinggal di wilayah sekitar, untuk menjangkau medan yang akan ditempuh. "Kalau tidak ada pemandu, pengunjungnya bisa kesasar," ujar Jumahir.

Sumber: www.kompas.com

Tidak ada komentar: