19 Februari 2008

Kaki Gajah Di Luwu Timur

Data Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu Timur (Lutim) per 31 Desember 2007 menunjukkan sebanyak 65 warga di daerah ini yang tersebar di 11 kecamatan terjangkit penyakit kaki gajah atau Filariasis. Filariasis adalah penyakit menular yang disebabkan cacing jenis filarial.
Kepala Dinas Kesehatan Lutim, Nataniel Rampo, mengungkapkan hal tersebut saat ditemui di kantor Bupati Lutim, Rabu (23/1). "Terbanyak penderita penyakit kaki gajah di Kecamatan Mangkutana dan Kecamatan Tomoni," katanya.
Jika dibandingkan tahun 2006 lalu, jumlah penderita filariasis di Lutim mengalami peningkatan dari 57 orang menjadi 65 orang pada tahun 2007. Hingga saat ini, dinas kesehatan belum memiliki data penderita filariasis untuk tahun 2008.
Filariasis disebabkan oleh Cacing Filaria yang menyerupai benang yang hidup di dalam tubuh. Cacing ini dapat bertahan hidup selama empat sampai enam tahun dalam kelenjar getah bening, bagian tubuh yang melindungi tubuh dari penyakit.


Gejala awal filariasis penderita mengalami demam tinggi selama dua hingga tiga hari dan bagian tubuh yang terserang terlihat memar. Filariasis menular melalui gigitan nyamuk. Jika hal tersebut tidak segera diantisipasi dengan mengkonsumsi obat maka bagian tubuh penderita akan membengkak.
Cacing filarial sendiri terdiri dari tiga jenis, Wuchereria Bancrofti, Brugia Malayi, dan Brugia Timori. Bagian tubuh yang kerap terserang filariasis yaitu, kaki, tangan, alat kelamin, dan payudara.
"Biasanya bagian tubuh yang terserang filariasis akan membengkak setelah lima hingga 10 tahun penderita terjangkit virus filariasis," kata Kepala Puskesmas Mangkutana, Hajrah, saat ditemui di Desa Wonorejo, Kecamatan Mangkutana.
Puluhan Tahun
Sikun (80), warga Desa Wonorejo menuturkan, dirinya mulai terjangkit penyakit filariasis sejak tahun 1964 dengan gejala awal demam tinggi. Tahun 1978, kaki kanannya mulai mengalami pembengkakan dan kian tahun semakin membesar.
"Jika mengalami demam dan menggigil, air yang baru diturunkan dari tungku yang baru saja mendidih kadang saya langsung minum dan tidak terasa panas," kata pria asal Jawa Timur yang telah puluhan tahun berada di Mangkutana ini.
Kepala Desa Wonorejo, Djumadi menyatakan, penyakit kaki gajah menyerang warga sejak puluhan tahun lalu. Bahkan Djumadi menyebut penyakit kaki gajah sebagai peninggalan Belanda. "Dulu banyak di sini yang terkena kaki gajah tetapi sebagian telah meninggal," katanya.

Pengobatan Massal
SEBAGAI upaya pencegahan semakin mewabahnya filariasis di Luwu Timur, pemerintah setempat menyatakan telah melakukan beberapa langkah pencegahan di antaranya, pengobatan massal secara gratis yang dilakukan setiap bulan Januari.
"Tahun 2007 lalu, pemerintah mengalokasikan dana Rp 422,7 juta lebih untuk program pencegahan dan pengobatan filariasis di Lutim," kata Kadis Kesehatan Lutim, Nataniel Rampo.
Beberapa kebijakan yang telah dilakukan antara lain, survei lapangan, survei darah jari di tiga kecamatan, Mangkutana, Tomoni, dan Wotu, pendataan kelompok sasaran, pelatihan bagi dokter dan pengelola program kaki gajah, sosialisasi, dan pelatihan tenaga pelaksana eliminasi atau kader.
Menurut Kepala Puskesmas Mangkutana, dr Hajrah, penyakit kaki gajah sangat mudah berkembang di daerah rawah, hutan, dan lingkungan yang kurang bersih karena memungkinkan nyamuk berkembang biak dengan cepat.
"Sebaiknya tidur menggunakan kelambu atau sebelum tidur nyalakannya obat anti nyamuk karena filariasis dapat ditularkan oleh semua jenis nyamuk muai dati nyamuk got, sawah, rawa, dan nyamuk hutan," katanya. Adapun penularan filariasis dengan cara perpindahan virus yang dimediasi oleh nyamuk.

sumber: www.tribun-timur.com

Tidak ada komentar: